About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful.

Sabtu, 31 Oktober 2009

short story1

Hanya harapan ..
Semua terasa sangat sendu.
Matanya menatap kosong. Aku tahu ia sangat sakit.
Sakit teramat sangat katanya pada ku.
Ia dulu berkata , “Kita bisa” sekarang ia hanya membisikkan, “Aku takut”.
Mata dan hati ku perih memandangnya. Bila bisa kugenggam tangannya dan kuangkat dia kembali namun kaki pun terasa sangat berat. Pundakku takkan mampu dengan beban ini. Ia hanya dapat berkata, “Maafkan aku”. Dulu dia tanpa aku aku tanpa dia rasanya sia-sia. Sekarang ia memohon padaku, “Pergilah..”
“Kita untuk selamanya..” aku benci kalimat itu. Dulu ia selalu mengingatkan ku tentang kalimat itu.
“KOSONG!!SIA-SIA!!Kamu tahu itu!!”, amarah ku pun meledak diikuti dengan suatu isakkan tangis yang membuat ku ingin menangis. Ia tahu aku tidak lebih kuat dari nya hingga ia berseru, “Aku tahu semua itu sia-sia buat kamu tapi tidak buat aku.
Pergilah.. Hilanglah dari ku semuanya akan menjadi kenangan..”. “Kenangan indah yang sangat ku benci tapi akan sangat kurindukan “, lanjut ku dalam hati.
Maka aku pun pergi. Dia hilang entah kemana namun tangisannya hari itu membekas jauh di benak ku.
Sudah sekian lama waktu berlalu. Hari-hari ini terus ku lalui sendiri. Aku tidak menyesal mengenalnya.Aku tidak menyesal sempat berada dalam hari-harinya. 1 hal yang kusesalkan adalah kenyataan bahwa aku sangat merasa kesepian tanpa dirinya. Memang dulu aku pernah berkata, “Aku akan menu nggu mu hingga saat kau mengatakan aku harus pergi maka aku pun akan pergi dan ternyata kau pun melakukannya. Malam ini aku melihatnya berjalan menyusuri jalan itu. Jalan dimana biasanya ku lalui sakit senang ku bersamanya. Tubuhnya terlihat lebih kurus, matanya sembap, jalannya tertatih, matanya terus memandang ke depan. Entah apa yang ia rasakan. Entah apa yang ia pikirkan tapi hatiku merasa sakit melihatnya. Aku sebenarnya tidak mengerti apa yang terjadi padanya entah sejak kapan ia tidak pernah bercerita lagi tentang dirinya, apa yang ia rasakan pada ku yang aku tahu ia berubah menjadi seseorang yang tidak lagi aku kenal.Entah siapa dia. Aku kehilangan dia kehilangan sesuatu yang aku rasakan bahwa itu adalah dirinya. Matanya tidak lagi memancarkan kehangatan yang membuat ku sangat menyayanginya. Senyumnya tidak lagi mengisyaratkan ketulusan dan kepolosannya dulu. Sungguh aku kehilangan dia..tapi saat ini bertemu dengannya di jalan ini aku baru merasakan bahawa ia mungkin bukan yang dulu aku kenal tapi ia masih seseorang yang sangat aku sayangi. Masih seseorang yang membuat ku berkorban banyak untuk dirinya, seseorang yang selalu membuat aku merasa aku punya sesuatu, seseorang yang selalu aku khwatirkan keadaannya, seseorang yang dulu selalu membuat ku hati dan jantung ku tidak karuan, seseorang yang sangat berarti buat ku. Aku pun mengejarnya dari belakang aku harus mengejarnya. “Kamu kenapa? Tidak bisakah kau mengatakan padaku sedikit saja ada apa dengan dirimu”. Namun ia tidak bergeming ia hanya diam. Aku menangis sambil mengguncang-guncangkan tubuhnya. “WHY?!” tangis ku. “Tidak bisakah kau berhenti membuat ku menderita seperti ini?” Namun ia tetap diam ia hanya menggenggam tangan ku erat melihat jauh kedalam mataku. Ia pun pergi meninggalkakan ku di sini dengan semua keperihan ini. Sungguh dia menghancurkan ku. Langit malam itu terasa sangat kelam bagiku

0 komentar:

Posting Komentar