About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful.

Sabtu, 05 Januari 2013

Adinda



Adinda, sempurna dengan segala kecantikannya. Tidak ada yang tahu ayah ibunya sudah tidak ada. Kerja keras siang dan malam demi beli baju bagus, sepatu buat ke mall dan tas paling bagus di toko dekat kantor. Katanya dia bahagia dengan lelaki itu.

“Kamu dimana?”
“Sedang bekerja nanti saya telepon lagi”

Selalu seperti itu, entah lelaki itu bekerja apa.  Padahal bulan lalu pinjam uang 1 juta, minggu lalu minta dibelikan sepatu adidas baru, baru 3 hari yang lalu minta dibelikan celana jeans levis. Tubuh adinda seperti dikuras hingga masuk rumah sakit tadi sore.

“kamu dimana?”
“Sedang bekerja nanti saya telepon lagi”
“Saya masuk rumah sakit. Harus dirawat inap katanya”
“Rumah sakit mana?Sakit apa kamu?”
“Entah. RS dekat kos saya”
“Nanti saya kesana”

Telepon itu berakhir pukul 3 siang dan hingga pukul 9 malam lelaki itu tidak datang. Adinda mencoba mengirimkan pesan kepada lelaki itu. Terlihat pesan terakhir yang masuk. Bukan ucapan selamat pagi yang manis bukan pula pertanyaan sudah makan dengan penuh perhatian.

“kamu dimana?saya mau pinjam uang sebentar buat lunasin kredit motor kemarin.”

Pesan demi pesan, esok dan esoknya, lelaki itu tidak pernah datang. Menjawab telpon saja ogah-ogahan. Kata lelaki itu dia ada urusan keluarga, urusan kantor, urusan organisasi dan segala urusan tai kucing lainnya. Adinda punya sabar yang kata orang panjangnya bisa mengalahkan jembatan suramadu. Tapi tidak malam ini, dinding rumah sakit terasa terlalu dingin, langit-langit kamar terasa begitu mencekam, kesendirian dan kesepian meresap perlahan jauh kedaam sanubari.
“Adinda, kamu sakit kanker hati”
Rasa sesak itu muncul mendesak dada. Adinda sekarang sadar hatinya sudah benar-benar sakit jauh sebelum kanker ini ada.